Seharusnya ini diposting dari kemarin-kemarin tapi ya ... ya sudah lah.
Hari Kamis (20/12/2012), pulang sekolah. Langitnya mendung, maklum pasca hujan, jadi masih belum benderang. Sesekali juga kena air, entah air dari dahan basah atau air dari kubangan yang terinjak.
Biasanya aku pulang naik angkot, hari itu pun juga. Mengambil tempat duduk agak belakang, aku duduk memangku tas lalu berkelumit dengan pikiran. Waktu aku memikirkan ini-itu, kemudian aku ingat. Benar juga ya, tas ini ... kenapa lebih ringan dari tadi pagi?
Waktu tasku kubuka, baru terlihat kalau ada barangku yang penting yang tertinggal. Aku buru-buru menelpon temanku yang ada di sekolah, titip barangku itu supaya tidak keduluan diambil orang, barangkali. Kemudian memulai misi kembali ke sekolah (haha, alay ya? Tapi waktu itu dompetku agak seret jadi mikir-mikir untuk menganggap ini santai #apasih).
Waktu itu aku ada di angkot warna cokelat susu alias angkot V. Kebetulan waktu itu angkotnya lagi ngetem, jadi berhenti lama. Kemudian aku turun di dekat ... aku lupa apa namanya. Tapi kalau kalian ada di Balai Pemuda, kemudian menengok ke arah perempatan, ada baliho iklan Sony Xperia, yah dekat situ lah.
Waktu itu jalan tempat angkotnya berhenti termasuk jalan satu arah. Jadilah harus putar otak cari jalan ke arah sebaliknya.
Akhirnya aku jalan, menyeberang sampai ke samping Balai Pemuda, belok ke arah Ketabang, dan seterusnya, dan seterusnya, hingga aku sampai di sekolah.
Semuanya dengan jalan kaki. Sebetulnya niatku mencari angkot, tapi tidak bertemu, ya sudah lah.
Sebetulnya sudah lama aku berandai-andai, alangkah menyenangkannya kalau suatu hari aku bisa menjelajahi kota sendiri dengan jalan kaki. Maksudnya, banyak tempat yang tiap hari aku lewati begitu saja. Dengan pemandangan yang berganti dengan kecepatan kedip, mana mungkin bisa mengamati kota dengan baik-baik. Kecuali, tempat yang aku memiliki urusan di sana. Tapi tempat yang aku tidak punya urusan di sana pun bukan berarti tidak penting 'kan? Maksudnya, siapa tahu ada banyak hal di kota yang sudah menaungiku lima belas tahun ini yang aku luput untuk tahu? Pasti, ada banyak, tapi tempat yang aku lewati itu sudah bagian dari rutinitasku, rasa-rasanya keterlaluan sekali kalau sampai tidak tahu.
Tapi ini Surabaya. Dan kalau siapapun minta alasan untuk tidak jalan kaki di kota ini, aku punya banyak.
Dan ternyata benar, biarpun sama-sama Surabaya, tapi ini rasanya beda! Tanpa atap angkot, tanpa dasbor mobil, tanpa kaca bis. Tidak panas, karena mendung. Tidak terasa capek atau jauh juga.
Rasanya ide jalan kaki tidak buruk juga. Malah tidak buruk sama sekali. Bertemu tukang reparasi trotoar yang baik hati, pertama kali menyebrang pakai zebra cross dekat kedai Zangrandi (hahaha), jalan kaki dekat warung Pecel Ketabang sambil lirik-lirik warungnya (biasanya kalau aku ke sana selalu sama papa), lihat tanaman di pinggir jalan yang paling beda di antara tanaman lainnya (seingatku, pohon yang kulihat itu satu-satunya yang punya akar gantung sedang pohon-pohon disampingnya tidak), dan enaknya bisa blusukan antara tanaman trotoar sambil memotong jalan, sesuatu yang tidak bisa dilakukan kalau naik kendaraan.
Akhirnya bisa sampai di sekolah dan ambil barang yang ketinggalan. Hahahaha.
Sungguhan deh, walaupun kita sama-sama lewat di jalan yang sama, kalau kita melewati jalan itu dengan cara berbeda, pemandangannya juga terlihat beda.
Sama seperti kita 'kan? Kalau kita melihat segala sesuatu dari perspektif berbeda, pemandangan yang dihasilkan juga akan berbeda.
![]() |
Wijaya Kusuma pasca hujan |
0 komentar:
Posting Komentar