"Kadang-kadang, masa depan itu ... menakutkan."
"Kenapa kamu takut?"
"Bukan saya takut sama masa depan sih ... tapi masa depan yang menakutkan."
"Kenapa kamu bisa bilang menakutkan, sedangkan kamu belum menjalani?"
"Yah, bukan menakutkan, sih. Masa depan itu ... misterius."
"Kenapa kamu bisa misterius, sedangkan kamu belum menjalani?"
"... Justru karena belum dijalani itu yang membuat misterius."
"Kenapa harus misterius? Justru yang misterius itu masa lalu."
"Yah, masa lalu kadang juga misterius, sih. Tapi tetap saja jauh lebih misterius masa depan."
"Ya, tapi kalau kita bilang misterius, kesan yang didapat itu yang negatif--orang yang misterius, orang yang perlu diawasi. Masa depan itu lebih ke pada ... gaib."
"Gaib?" aku tertawa tak menyangka.
"Ya, terkesan magic, seperti itu."
Ini mungkin pertama kalinya aku nulis ini; "Chit-Chat di Balik Kaca Mobil", dan bisa jadi aku akan beberapa kali menulis yang seperti ini kedepannya. Intinya, dalam tag ini, aku akan menulis apapun yang tejadi di balik dasbor di tengah perjalanan--keluar rumah, menuju rumah--mostly, diskusi random, anything popped up in mind.
Dan kali ini yang menjadi lawan bicaraku, Papa. Dan kami bicara tentang masa depan, aku yang mencetuskan idenya.
Entah bagaimana, mungkin waktu itu daku lagi teringat masa-masa saat daku begitu menganggap masa depan itu agaknya kejam. Salah-salah memilih, aku bahkan tidak akan mungkin memilih duduk diam, melihat ke belakang, dan menyesali satu persatu pilihan di masa lalu. Nah, ya, waktu itu aku ingat sedang galau hanya dengan menyimak pembicaraan masa depan dan "Somebody That I Used to Know"-nya Gotye dan Kimbra.
Dan aku kadang aku berpikir mengapa kita tidak hidup untuk hari ini saja? Mengapa kita hidup sehari-hari tidak berkaca saja pada hari ini? Mengapa, mengapa?
Dan kadang aku berpikir kalau masa depan itu misterius.
Dan mengapa misterius? Mengapa misterius kadang berdekat-dekat dengan stigma negatif padahal misteri itu adalah rahasia, yang cepat atau lambat akan terkuak?
Misteri itu tidak negatif.
Dan ketika percakapan di balik dasbor selesai, aku memikirkan kata Papa. "Magic."
Dan kupikir-pikir selain rahasia Tuhan dan semesta, masa depan itu berupa gaib. Magis. Begitu dekat, begitu ringkas, begitu mudah, begitu membingungkan.
Enigma.
Ajaib.
Tidak ubahnya majas paradoks, kataku. Membentuk satu kesatuan, makin dipikirkan, makin tak habis pikir.
Dan masa depan itu begitu magis. Ada di tangan kita. Bisa saja masa depan itu memanggilmu ke puncak dunia, menjadi motivasi. Bisa saja masa depan itu menundukkan kita rata bersama tanah. Tapi masa depan tak pernah menyuruhmu berdiam saja, ia mau kita melesak, ke mana pun, karena masa depan itu bukan hanya di tangan kita. Di tangan kita, di kaki kita, di tubuh kita, di jiwa kita, di hati kita.
Dan bagiku lagi, masa depan itu energi dinamis yang abadi. Terus saja memanggil-manggil waktu agar menarik kita mendekat, mendekat saja padanya.
Tapi akan jadi apa kita di masa depan?
Aku sedang mengumpulkan petunjuknya.
0 komentar:
Posting Komentar