Aku pernah menonton teater risalah. Aku menyukai lakonnya. Aku bahkan mengingat nama aktor dan aktrisnya saat itu. Tapi aku tidak pernah paham ... dengan isinya. Mengapa aktris itu meneriakkan retoris sedih "itukah cinta?!". Aku senang betapa emosional penjiwaannya, tapi aku tidak paham. Itu, dan ketika lain waktu aktris di atas panggung menyuara hingga ironinya menggema hingga ke pojok ruangan. "Seharusnya cinta membuatmu bahagia!"
Saat itu aku masih hijau. Aku mengagumi pertunjukannya,tapi hingga hari demi hari aku bertanya-tanya, bukankah cinta 'memang' membuatmu bahagia?
Aku pernah membaca koran. Beritanya agaknya kutertawakan, tapi aku tidak yakin apakah ini lucu.
Di Jepang, dicetak di surat kabar, populasi penduduk yang pernah menderita sakit hati mencapai dua belas ribu penduduk per tahun. Dan setiap satu menit agaknya dua puluh tiga orang diputuskan hubungannya oleh kekasihnya.
Saat itu aku masih bau ingus.
Sebanyak itu? Hampir-hampir menjadi perhatian nasional, aku berpikir demikian. Lalu aku berpikir lagi, apa yang sudah dilakukan cinta pada negara itu? Dan aku mulai mempertanyakan eksistensi cinta berharga yang sebenarnya, tidak hanya pada negara itu, tapi pada banyak hal.
Dan ketika hari ini aku melipat kaki di atas ranjang, memikirkan, memikirkan, dan hanya memikirkan sepanjang hari bersama langit yang seharian ini kutatap saja ... aku tidak sadar kalau aku tidak lagi hijau, tidak pula bau ingus.
Mendadak pikiran, ironi, retorika, dan metafora-metafora hasil persengkolan dunia dan perasaan bersama candaan kosmik, bersama-sama muncul ke permukaan. Aku bukan hijau lagi. Kau mungkin tidak ingat, tidak akan pernah. Tapi yang membawaku pada asam garam kasih sayang, itu kau.
Kau itu dinamis, dan kau tak perlu mengayun langkah pelan-pelan seperti ketukan lagu cinta yang mendayu-dayu, tiba-tiba kau mendudukkanku. Kita sampai di akhir cerita. Kemudian kau berjalan lagi, kembali pada hidupmu yang dinamis. Dan aku masih terduduk saja, tapi aku berubah. Aku tidak dapat kembali seperti bagaimana aku dulu. Dan kakiku lemas saja tak kubiarkan beranjak, karena diam-diam aku ingin berlari mengejar sisimu. Tapi kuacuhkan segalanya.
Mengapa harus sakit?
Padahal aku sudah begitu berhati-hati; melihat apa yang ingin kulihat saja, mendengar apa yang ingin kudengar saja, dan aku menutup hati dan pikiranku pada segala yang tak kuinginkan terjadi. Dan lama-kelamaan pantas saja jika aku serasa menutup mata pada kenyataan. Tapi satu bagian dariku mengkhianatiku, memanggil-manggilmu kembali dalam keheningan, bergelayut diam-diam pada eksistensimu. Agaknya aku egois, dan tahukah kau aku menjadi rakus sejak itu; bagaimana ini, kalau aku ingin menyimpan dirimu untukku sendiri ... bagaimana?
Tapi sejauh apa aku berlari merengkuhmu, tak pernah kudapati aku mendekat sedikitpun. Apa yang terjadi hanya aku dan pikiranku, yang secara delusional mengikatmu dengan diriku diam-diam. Tapi pada kemyataannya kita tak pernah mendekat satu jengkal pun.Dan aku telah jauh terperosok ... bagaimana ini?
Itu. Dan biar kau sudah mengajariku asam garam kasih sayang, aku berterima kasih kepadamu, tapi akal sehatku berbisik berkata padaku untuk menghentikan segala ini, dengan segala yang pahit yang kau tinggalkan bersama aku yang tiada mungkin kembali seperti dulu lagi.
Tapi sebagian dari diriku menghendakiku untuk mengenang segala yang manis yang kau habiskan bersamaku ... bagaimana ini?
Diam-diam bersama awan yang berarak di langit aku baru menyadari kekuatan dahsyat, tapi tak kasat mata yang menyelubungi sekelilingku selama ini. Kekuatan yang mampu mengacak-acak sebuah negara, kekuatan yang merubah dunia, kekuatan yang pernah membawaku dalam permainan teka-teki milikmu ... orang menyebutnya “cinta”.
- 10/10/2012, mengambil banyak referensi dari penampilan SS Tetris, SMAN 5 Surabaya (teater risalah) ketika demo SS dan referensi mentah-mentah dari lagu Vocaloid: GUMI – Heartbreak Headlines (aransemen: 40m-P), oh dan aku sedang tidak galau. :D
0 komentar:
Posting Komentar