Terkadang kita ini lucu. Bercita yang setinggi-tinggi. Bermimpi yang selambung-lambung. Berlaku yang menjulang-julang. Tapi ada saatnya untukku, dan barangkali "kita", untuk berhenti sejenak saja, diam, seolah-olah tidak butuh apa-apa lagi di dunia ini. Berhenti bermimpi, berhenti berharap, berhenti membutuhkan, dan sekonyong-konyong menyerahkan diri pada keheningan.
Sejenak saja.
Tidak munafik, tapi kita, kau dan aku dan umat manusia, sibuk saja meraih ini, sibuk saja mencapai itu. Dan ternyata aku sadar kalau terkadang aku ingin keluar saja dari kehidupan ini. Keluar dari ingar-bingar ambisi. Kemudian aku duduk, menutup mata, mendengarkan hatiku, mendengarkan pompaan jantung, mendengarkan pikiranku. Lalu ketika mata ini terbuka lagi, aku lepas saja menertawai manusia. Menertawai diriku, berkejar-kejaran dengan waktu seperti hendak diterkam masa. Bersahut-sahut seperti anak ayam menciap berebut makan di tanah.
Ya, sejenak saja.
Dan lagi kupikir manusia itu begitu berambisi, hingga serakah, hingga terkadang aku merasa manusia itu menakutkan. Tapi buat manusia, kompetisi dengan waktu, berebut kesempatan, itu sebuah kebutuhan, yang mereka barangkali tak paham esensinya. Jadi kau dan aku di dunia ini lahir begini saja; meneruskan pola hidup bernama kodrat. Lalu hidup begini; bermimpi, menggapai, tercapai ... bermimpi, menggapai, gagal ... bermimpi, terbangun, sadar ... bermimpi, terbangun, memandang ke depan, mencapai ....
Begitu saja.
0 komentar:
Posting Komentar