Pages

Miskonsepsi Bahasa Arab di Indonesia

Ugh, kenapa judul postingan ini (entah mengapa) terdengar tidak menarik? (/ =_=)/

Oke, jadi aku ingin memosting sesuatu yang baru aku ketahui kemarin, yang menurutku lumayan menarik untuk dibagikan.

Jadi kemarin, ketika sesi birama (semacam program bimbingan kerohanian yang difasilitasi oleh sub-seksi kerohanian Islam di SMAN 5 Surabaya, begitulah) bersama Mbak Ulfa, ada satu bahasan menarik yang diutarakan ketika itu. Tiba-tiba Mbak Ulfa menyinggung penggunaan kata "masya Allah" dan "subhanallah" (tasbih) di kehidupan sehari-hari. Obrolan ini didasari oleh kultwit Ustadz Salim A. Fillah, omong-omong.

Ada beberapa terminologi bahasa Arab yang biasa diucapkan di Indonesia. Penggunaan terminologi-terminologi itu umumnya menyertai sebuah kejadian (misalnya orang muslim mengucapkan "inalilahi wainailaihi rojiun" ketika terjadi musibah). Namun ada juga beberapa kata yang penggunaannya kurang tepat, misalnya kata "subhanallah" dan "masya Allah".

Di Indonesia, kita biasa menggunakan kata "subhanallah" ketika kita melihat sesuatu yang luar biasa atau indah, karena jika ditilik dari artinya "subhanallah" berarti "Maha Suci Allah". Pada kenyataannya jika kita meninjau Al-Quran, kata "subhanallah" digunakan untuk memisahkan dari sesuatu yang tidak pantas bagi Allah (misalnya syirik, dsb.), bahkan untuk sesuatu yang menyatakan prihatin.

Di Indonesia pula kita biasa menggunakan kata "masya Allah" ketika sedang terkejut atau ketika, katakanlah, sedang menyaksikan atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Arti dari "masya Allah" sendiri adalah "atas kehendak Allah". Seharusnya kata ini digunakan ketika kita sedang menyaksikan sesuatu yang menakjubkan atau luar biasa.

Terbalik, bukan?

Aku pribadi juga baru tahu kalau yang aku ucapkan selama ini ternyata keliru. Entah mengapa hal ini menjadi kebiasaan yang terbalik di Indonesia. Banyak cerita-cerita mengenai masya Allah dan subhanallah yang penggunaannya terbalik ini. Misalnya, dari kultwit Ustadz Salim, Mbak Ulfa bercerita tentang orang yang hendak memuji seseorang dengan kata "subhanallah", dan orang yang dipuji tersebut mengerti maksud dari kata tersebut malah berganti meminta diberitahu dan dikoreksi jika terjadi kesalahan pada perkataannya. Atau bagaimana ketika orang yang mengerti maksud dan penggunaan "masya Allah" berulang-ulang mengucapkan kata tersebut ketika melihat hal-hal yang menakjubkan. Menarik sekali fenomena kesalahpahaman ini.

Ketika aku tanyakan pada guru Bahasa Arabku, Pak Imam, beliau juga menyatakan bahwa kerap kali kata-kata dalam bahasa Arab digunakan dengan tidak tepat selain kata "subhanallah" dan "masya Allah". Misalnya kata "silaturahiim" yang kerap dilafalkan "silaturahmi" di Indonesia (bahkan di KBBI kalau tidak salah penulisan standarnya adalah "silaturahmi"). Konon katanya, secara etimologis "rahiim" adalah bentuk jamak dari "rahma" di dalam bahasa Arab, itulah mengapa "silaturahiim" memiliki arti "menyambung tali persaudaraan". Sedangkan "rahmi (rohmi)" sendiri di dalam bahasa Arab memiliki arti rahim ("menyambung rahim?"). Perbedaan "silaturahmi" dan "silaturahiim" juga dibahas pada postingan yang kutemukan ini.

Selain itu konon ketika orang Arab sedang marah mereka menggunakan terminologi "ittakillah!" artinya "bertakwalah pada Allah". Kata tersebut digunakan sebagai ungkapan teguran bagi orang lain karena memiliki maknah "hati-hati ya kamu sama Allah!".

Dan sebagainya.

Dari miskonsepsi kecil itulah kemudian menimbulkan kebiasaan-kebiasaan yang terbalik di Indonesia. Nah, sekarang kita tahu 'kan di mana kesalahannya? Semoga saja mulai saat ini kita tidak lagi keliru dalam penggunaan terminologi-terminologi bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari. Mari menggunakan terminologi bahasa Arab sesuai pada tempatnya. ;-)